Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk mengkonfirmasi dugaan penjualan Blitz Megaplex ke perusahaan asal Korea, CJ CGV. Sebab, bioskop merupakan sektor usaha yang tidak boleh dimasuki modal asing sesuai Daftar Negatif Investasi (DNI) yang berlaku saat ini.
"Kalau terbukti, maka harus ada sanksi tegas, karena bioskop masih masuk dalam DNI," ujar Anggota Komisi X DPR RI, Deddy Gumelar di Jakarta, Senin (8/4).
Sebagaimana diketahui, pekan lalu beredar kabar jika Blitz Megaplex disinyalir telah dijual ke konglomerat hiburan asal Korea Selatan, CJ CGV. Hal itu tampak dari adanya perombakan direksi Blitz.
Saat ini mayoritas kursi direksi, termasuk COO dan CFO, diisi ekspatriat asal Korea. Bahkan CEO Blitz yang baru adalah mantan Chief Representative di CJ CGV Greater China. Selain itu, sejak akhir 2012, sudah masuk sembilan orang Korea ke manajemen Blitz.
Deddy menyampaikan, pemerintah tidak pernah mencabut Peraturan Presiden (Perpres) 36/ 2010, sehingga belum mengeluarkan bioskop dari DNI.
"Berarti, pemerintah tidak melepas gedung bioskop, yang merupakan rumah budaya, kepada investor asing. Kalau benar Blitz dijual kepada investor Korea, itu jelas pelanggaran. Mestinya pembelian tersebut harus seizin Mendag, BKPM dan Kemenparekraf," tegas politisi yang akrab disapa Miing tersebut.
Menurutnya, dari awal DPR sudah memberikan peringatan kepada Kemenparekraf, BKPM, dan lembaga terkait agar tidak mengluarkan izin bagi masuknya modal asing di wilayah bioskop dan kebudayaan. Sebab, bioskop merupakan rumah budaya dan sektor yang unik, karena itu perlakuannya pun berbeda dengan sektor lainnya, dan tidak boleh dimasuki pemodal asing.
"Artinya, jika Blitz telah menjual bioskopnya kepada CJ CGV, maka film Korea dipastikan menguasai pangsa pasar Indonesia dan film Indonesia akan tersisihkan di rumahnya sendiri. Bagaimana menolong Hanung Bramantyo dan sineas lainnya?" ujar politisi PDIP tersebut.
Selain itu, lanjut Deddy, yang paling berbahaya adalah efek film tersebut yang bisa mendoktrin remaja sehingga bisa meniru budaya negeri gingseng dan meninggalkan budaya Indonesia.
Saat ini saja, menurut dia, fenomena Gangnam Style dan film Korea menimbulkan trend dan budaya baru bagi remaja Indonesia. "Sedihnya, para remaja kita lebih bangga mengekspresikan budaya Korea daripada budaya sendiri," kata Deddy.
Ditegaskannya, membeli Blitz tidak memberikan keuntungan signifikan bagi Korea. Namun, menurut Deddy, itu bukanlah tujuan utama.
"Tujuannya adalah invasi budaya, sehingga berbagai produk, budaya, dan segala hal yang berbau Korea laku di negeri ini. Sebenarnya berapa sih marjin keuntungan Korea sehinggga membeli Blitz? Tidak seberapa untungnya. Tapi ini menguntungkan bagi Korea dan merugikan Indonesia. Korea tahu Indonesia tidak punya strategi kebudayaan, sehingga Korea masuk," pungkasnya.
Sementara itu, Anggota Komisi X DPR RI Abdul Hakam Naja mengatakan, penegakan aturan harus menjadi dilakukan. "Aturan harus ditegakkan, karena masuk daftar DNI, BKPM harus ambil tindakan dan tegas menegakkan aturan. Kalau langgar aturan, itu tidak bisa," tegas politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Menurutnya, penanaman modal asing harus mendapat persetujuan dari BKPM, yang sampai saat ini belum mengeluarkan bioskop dari DNI. Dia membenarkan, sudah lama Blitz mengalami kesulitan dana untuk mengembangkan usaha perbioskopan tanah air.
Blitz sudah menawarkan kepada sejumlah perusahaan di dalam negeri, tapi tidak ada yang mau mengakuisisi. "Tapi kalau sekarang menabrak aturan, itu tidak bisa ditolerir," katanya.
Anda sedang membaca artikel tentang
DPR Desak Pemerintah Konfirmasi Penjualan Blitz Megaplex
Dengan url
http://mobile-sulition.blogspot.com/2013/04/dpr-desak-pemerintah-konfirmasi.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
DPR Desak Pemerintah Konfirmasi Penjualan Blitz Megaplex
namun jangan lupa untuk meletakkan link
DPR Desak Pemerintah Konfirmasi Penjualan Blitz Megaplex
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment