Alor - Tarian adat adalah salah satu kekayaan budaya yang disampaikan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tarian adat kerap memiliki pesan-pesan dan makna yang luhur. Salah satunya ada pada tari Lego-lego dari Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Tarian ini ditujukan untuk mengajak masyarakatnya bersatu membangun kampung dan negeri.
“Tari lego-lego biasa digunakan dalam segala kegiatan upacara adat di Alor. Namun, sekarang lebih banyak digunakan saat menyambut tamu, dalam acara pernikahan, dan sebagainya,” jelas Kepala Urusan Pemerintah Desa Pura Selatan Green Kristofel Tonunglalang, kepada Beritasatu.com di Dusun Retta, Alor, NTT, baru-baru ini.
Kabupaten Alor memiliki 12 rumpun suku yang tersebar di wilayah dengan 15 pulau itu. Menurut Kristofel, dari area Alor, ada beberapa rumpun yang tergabung dengan pola 7-3-10, yakni tujuh suku di Pulau Pantar, tiga suku di kawasan Pura, dan 10 suku di area yang pada peta berbentuk kepala burung. Bahkan diperkirakan ada lebih dari 50 jenis bahasa di Kabupaten Alor, berbeda dari setiap wilayah kecil.
Pada masing-masing kawasan tersebut ada gaya tari dan nyanyian yang berbeda-beda. Masing-masing nyanyian dan pantun yang diungkapkan memiliki arti serta harapan yang berbeda-beda. Meski ada beberapa literatur yang mengatakan, tarian ini sempat menjadi tari perang. “Sekarang lebih banyak digunakan pada acara adat. Tujuan pelaksanaan tari ini tetap sama, yakni mengembangkan budaya Alor (sebagai identitas masyarakatnya),” kata Green.
Green mencontohkan, di Dusun Malal, lagu khasnya berjudul “Boling Pati” berisi permintaan kepada dewa-dewa untuk kesembuhan dan kesehatan. Sementara di Dusun Retta, lagu khasnya Ringgi Eamanang, berisi cerita permohonan untuk kemakmuran sekaligus menjaga kekayaan alam.
Saat berkunjung ke Dusun Retta, yang terletak di Pulau Pura Selatan, Beritasatu.com sempat disambut dengan tarian Lego-lego oleh masyarakat setempat. Ini adalah sebuah hal yang sering dilakukan setiap kali ada tamu. Menurut penduduk kota, masyarakat di dusun atau desa di Alor sangat senang bila dikunjungi.
Tamu disambut oleh masyarakat yang dituakan dengan salam tempel hidung, lalu diajak menuju sebuah pohon besar yang rindang, dengan perempuan yang berpegangan tangan mengelilingi pohon serta mazbah (awam dibaca mezbah) yang ada di bawah pohon tersebut. Tamu dipersilakan untuk ikut serta dalam tarian tersebut.
Di dalam lingkaran, ada tiga lelaki yang memiliki tugas berbeda. Ada pemukul gong yang nadanya akan digunakan untuk menghitung langkah penari, kemudian ada seorang lelaki yang bernyanyi sekaligus mengucapkan pantun, dan seorang lagi bertugas membagikan sirih pinang serta minuman sopi.
Sirih pinang dan sopi yang dibagikan berasal dari satu tempat yang sama. Hal ini memiliki arti. “Tarian dilakukan dengan bergandengan tangan. Sirih pinang yang ditempatkan dalam satu wadah akan diedarkan. Minuman juga berasal dari satu gelas yang sama. Ini punya arti, semua bersama-sama bergandengan tangan membangun kampung dan negeri. Bila ada masalah, apa pun yang terjadi, kita semua telah bersatu, tidak akan tercerai-berai,” kata Green.
Para perempuan dan lelaki setempat yang terlibat dalam tarian ini mengenakan kain tradisional. Bernyanyi dan berpantun dilakukan oleh orang-orang yang sudah terbiasa. Jadi biasanya dilakukan oleh orang tua-tua. Menurut Green, saat ini anak-anak setempat sudah terbiasa melihat tarian ini, dan kadang sering dilombakan pula di tingkat usia-usia tertentu. Selain menjadi identitas masing-masing suku, tarian ini menjadi salah satu identitas pemersatu masyarakat Alor yang punya mimpi agar masyarakat dan pendatang terus bersatu membangun kampung, serta negeri.
Anda sedang membaca artikel tentang
Lego-lego, Tari Adat Alor Bermakna Persatuan
Dengan url
http://mobile-sulition.blogspot.com/2014/06/lego-lego-tari-adat-alor-bermakna.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Lego-lego, Tari Adat Alor Bermakna Persatuan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Lego-lego, Tari Adat Alor Bermakna Persatuan
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment