Asmat dan Perubahan
Selasa, 23 Oktober 2012 | 13:42 WIB
Foto:
DALAM dunia yang berlari, wajah Asmat mulai berubah. Kurator Museum Budaya Asmat, Erick Sarkol, dibuat sedih. ”Lomba dayung hanya diikuti sembilan kelompok. Warga pesisir mengatakan, sekarang zaman perahu fiber. Mereka tidak mau lagi membuat perahu tradisional,” tuturnya lirih.
Arus pendatang yang terus membanjir ke Papua membuat Asmat pun tak bisa mengelak. Jaringan ekonomi sebagian besar mereka kuasai dan umumnya masyarakat asli mengambil porsi yang tersisa. Perubahan pun perlahan mengalir.
Saat ini, umumnya orang Asmat terutama di Agats menggunakan speedboat, bertenaga mesin dan berbahan bakar bensin. Secara ekonomis, perahu motor itu tampak membantu, tetapi di sisi lain melahirkan ketergantungan pada bahan bakar yang didatangkan dari luar Papua.
Sungai-sungai di kota itu pun mulai disesaki oleh perahu motor. Hanya mereka yang tinggal di kampung-kampung masih setia membuat perahu dayung dan menggunakannya. Posisi itu seolah menjadi simbol Asmat masa kini yang mulai terpinggir.
Belajar dari masa lalu, Gereja berupaya memelihara dan menghidupkan kembali kebanggaan pada karya dan karsa asli Asmat. Meskipun berat, bersama dengan Pemerintah Kabupaten Asmat, mereka mencoba bertahan menghadapi deraan zaman.... (B JOSIE SUSILO HARDANTO)
Anda sedang membaca artikel tentang
Asmat dan Perubahan
Dengan url
http://mobile-sulition.blogspot.com/2012/10/asmat-dan-perubahan.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Asmat dan Perubahan
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Post a Comment