JAKARTA, KOMPAS.com - Gelisah terus menghantui perasaan Khoe Fie Lian (61) dan Bambang Kusnadi (70). Bagaimana tidak, lima hari sudah kakak beradik tersebut tidak tidur di rumahnya sendiri, melainkan tidur di pos hansip depan rumahnya. Pasalnya, rumah kunonya, yang dibangun pada abad ke-19, ambruk pada Rabu (26/12/2012) malam lalu. Rumah kuno yang ditempati keduanya berada di kawasan Jalan Pasar Lama Mester, Jatinegara, Jakarta Timur.
"Ya ngegeletak aja di situ (pos hansip). Habis kata orang-orang takut rubuh lagi, jadi enggak boleh balik lagi," ujar Khoe Fie Lian, saat ditemui Kompas.com, Minggu (30/12/2012) malam.
Khoe Fie Lan pun hanya tidur dengan beralaskan tikar. Kondisi memprihatinkan bagi sang kakak yang menderita penyakit stroke sejak enam tahun silam. Namun, apa daya, rumah yang menjadi saksi bisu sejarah Jakarta sejak zaman kolonial itu sudah tak lagi layak ditinggali. Tak hanya tempat beristirahat, kedua kakak beradik lanjut usia itu juga prihatin dalam urusan memenuhi kebutuhan makannya sehari-hari. Rumah sekaligus tempat usaha jual karung bekas yang ambruk, turut meruntuhkan semangatnya berjualan.
Alhasil, keduanya hanya mengandalkan kebaikan para tetangga untuk memenuhi kebutuhan makannya sehari-hari. "Pakaian seadanya. Atau tetangga pada ngasih. Mau masak sendiri gimana, air enggak ada, listrik enggak ada, duit juga enggak ada," lanjutnya.
Pascarumahnya ambruk, pasangan kakak beradik ini memang sempat menjadi pusat perhatian. Sanak saudaranya dari penjuru Jakarta sempat datang menjenguk setelah Khoe Fie Lian dan Bambang terpampang di media masa. Namun, entah atas alasan apa perhatian mereka tak berlanjut. Khoe Fie Lian dan Bambang tak ambil pusing. Dua kakak beradik yang saling merawat tersebut lebih memilih memikirkan kelanjutan hidupnya ketimbang larut dalam persoalan keluarganya.
"Namanya dikasih cukup saja lah," singkatnya.
Sejarah
Ambruknya bangunan yang ditempati Khoe Fie Lian dan Bambang Kusnadi itu bertempat di Jalan Pasar Lama Mester No. 11A, RT 03 RW 06, Kelurahan Balimester, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur. Catatan sejarah menyebutkan, pada abad ke 19 silam, Meester Cornelis, guru agama Kristen kala itu menjadikan Balimester menjadi pusat perdagangan pada zaman penjajahan Belanda. Atas fungsi dan serta letaknya yang strategis, wilayah tersebut juga menjadi ibu kota dari Kawedanan Jatinegara yang melingkupi Bekasi, Cikarang, Matraman, dan Kebayoran.
Pada tanggal 1 Januari 1936, pemerintah kolonial Belanda kemudian menggabungkan wilayah Meester ke dalam bagian kota Batavia.Pada Rabu (26/12/2012) malam, bangunan dua lantai tersebut ambruk hingga menyisakan ruang belakang saja. Kayu, batu serta apapun yang menyangga bangunan runtuh. Namun, Walikota Jakarta Timur HR Krisdianto menegaskan, bangunan tersebut bukan lah cagar budaya. Oleh sebab itu, apapun yang terjadi pada bangunan bergaya Tionghoa yang kental tersebut bukan lah tanggung jawab pemerintah.
Khoe Fie Lian menuturkan, bangunan tersebut dibangun sekitar tahun 1824 oleh keturunan Tionghoa dan dijadikan tempat berjualan emas. Namun, sekitar tahun 1860, keluarga Khoe Fie Lian menaruh saham (kongsi) dengan pemilik yang lama. Akhirnya, rumah tersebut dijadikan tempat penjualan beras dan karung.
"Dulu saya sekeluarga tinggalnya di Passer Baroe di Gang Kelinci, di sini cuma buat dagang saja. Tapi sekitar sepuluh tahun kemudian, keluarga resmi nempatin ini rumah," lanjutnya.
Setelah kedua orangtuanya meninggal, satu per satu saudara Khoe Fie Lian pindah membangun keluarga baru masing-masing. Hngga kini hanya tersisa dua orang bersaudara. Khoe Fie Lian sendiri berstatus janda tanpa anak.
"Saya enggak minta apa-apa. Yang penting kita selamat, cukup. Mungkin ini sudah rencana Tuhan, jadi saya enggak perlu ngeluarin duit, jadi diambrukin sekalian," lirihnya.
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary